Jumat, 14 November 2014

KAU ADALAH ORANG YANG TEPAT MESKI DATANG TERLAMBAT



Bukan cinta yang salah. Hanya saja ia datang disaat yang tidak seharusnya. Saat rindu sudah memiliki tempat bersandar. Saat kamu sudah menjadi bunga berpagar. Dan waktu membuat kita bertemu di dua mata yang saling jatuh hati. Dua rasa yang saling memilih mimpi. Aku memimpikan bisa bersama denganmu. Kurasa, kamu juga memiliki rasa yang sama. Karena aku bisa melihatnya dari tatap matamu. Karena aku bisa merasakannya dalam bisik mesramu.
Namun rindu tak selalu menyenangkan. Ada rasa yang tak bisa terjelaskan saat aku memikirkanmu di antara ingatan yang masih bersamanya. Ada gagu yang mencium bibirku di saat doa menasbihkan namamu, padahal aku telah terbiasa menyebutkan namanya.
Aku tak tahu harus bagaimana. Karena sesungguhnya tak ada cinta yang salah. Tak ada rasa yang harus mengalah. Meski akan ada pipi yang basah di akhir kisah.
Kau begitu mempesona membuat dadaku bergetar tak berirama. Ada degup yang tak teratur. Ada cinta yang terlanjur. Tapi semuanya tak bisa berjalan begitu saja. Di sana ada seseorang yang memagut dada, jika dia tahu apa yang kita rasa. jika ia mendengar apa yang telah kita pagarkan.
Kini. Aku memilih menjalani ini bersamamu. Menjadi rahasia di antara doa-doamu. Menjadi rindu manja di dalam pelukanmu dengannya. Entah bagaimana menjelaskannya pada hati yang terluka. Hati dia yang sesungguhnya mencintaiku seutuh dada. Hati dia yang tak tahu kalau manusia yang ia cinta sedang bermain rasa dengan hati yang lain. Seketika ada sesak yang terasa saat semua ingatan tentangnya menjelma bersama bayanganmu yang sedang memeluk rindu.
Entah siapa yang harus disalahkan. Entah waktu, entah juga rasa yang membelenggu hatiku ini terhadapmu. Hatiku terlanjur merasakan nyaman saat bersamamu. Jiwaku terlanjur merasakan tenang saat menatapmu. Bahagia ini terlanjur menjadi-jadi dalam hariku, karenamu.
Ada rasa bersalah yang teramat sangat aku rasakan ketika aku bersamanya. Setiap hal yang aku lewati bersamanya selalu terselip pikiran tentangmu. Hatiku berbisik, andai saja aku melewatinya bersamamu mungkin akan lebih menyenangkan. Dan aku juga merasa sangat bersalah pada seseorang yang kini sedang bersamamu. Egois! mungkin itu pantas ditujukkan padaku. Dan aku bingung memilih mana yang lebih baik membohongin diri atau orang lain saat ini. Aku terlanjur lelah untuk berpikir.
Salahkah aku melakukan ini terhadapnya? Tentu salah jawabmu. Sangat salah. Tapi, apakah harus mencari-cari alasan untuk menjelaskan bahwa kamu benar orang yang membuatku sangat teramat merasa nyaman? Apa perlu aku memikirkannya berkali-kali? Jika semua hal yang aku lakukan denganmu benar membuat hati tenang.
Benar. Di hatimulah yang menjadi tempatku selalu ingin pulang dari semua hal yang membuatku penat . Cukup perhatian kecil darimu, cukup sapaanmu. Cukup hanya itu. Dan aku ingin selalu pulang ke rumah hatimu. Tanpa ada sekat yang membuatku terhenti di depannya. Tanpa ada rantai yang mengikatku dari luar. Apa bisa seperti itu? Di atas nama dia yang mencintaiku, aku menyayangimu.
Tapi bukankah semua telah menjadi rencana Tuhan? Layaknya hujan yang turun ke bumi, daun yang berguguran, salju yang bertaburan, juga luka dan cinta. Semuanya telah menjadi rencana Tuhan. Termasuk kita. Percayalah!
Tak perlu menyalahkan siapa-siapa. Meski pada kenyataannya tetap saja luka tak bisa menyamarkan wajahmu. Tetap saja dia-nya aku, dan dia-nya kamu menjadi sendu. Namun cinta terlanjur membelenggu. Terlalu indah untuk kita lupakan, meski tak terlalu mudah untuk terus merasakan. Dia terlanjur dulu di hidupmu. Dan dia juga terlanjur memiliki tubuhku.
Kau harus percaya; bagaimana pun cinta tak pernah salah, kadang cinta memang harus memilih menyerah atau membuat hati yang lain, patah.
Aku memilihmu – meski masih bersamanya. Karena aku percaya, kau adalah orang yang tepat meski kita dipertemukan terlambat.

ARTI SEBUAH KEMUNAFIKAN


Tentunya kita akan marah kalau disebut sebagai seorang munafik. Sungguh jelek citra kita kalau dituduh sebagai seorang munafiq. Kemunafikan bagi manusia adalah sebuah sikap merendahkan diri, karena manusia itu seharusnya hidup dalam kejujuran. Betapa bangganya ketika seseorang bisa dikenal sebagai seorang yang jujur.

Manusia memang mahluk yang unik, dalam prakteknya selalu mengalami sebuah proses pasang surut. Terkadang berwajah tulus dan polos, namun disisi lain tiba-tiba menjadi mahluk yang tidak beradab. Ukuran kemunafikan itu sangat sederhana, apakah ketika bicara dia berbohong? apakah kalau diberi amanat bisa menjaga? apakah ketika berjanji mampu menepatinya?

Rasanya hampir setiap manusia pernah melakukan kebohongan, tidak amanat dan sering melupakan janjinya. Yang membedakan adalah kadarnya dan dampak dari kemunafikan itu. Ada yang kadarnya minimal, efeknya juga minimal. Ada yang sampai membahayakan orang lain bahkan merugikan masyarakat, negara hingga ummat manusia. Tentu kemunafikan seperti ini, kadarnya sangat besar.
Apakah seorang yang munafik bisa berubah menjadi orang yang baik atau bahkan bisa menjadi orang yang jujur? kalau kita mau berpikir jernih, semakin tua usia, semakin banyak pengalaman, seharusnya kita semakin bisa memetik hikmah dari kesalahan-kesalahan atau kemunafikan-kemunafikan yang kita lakukan. Kita harus menghitung ulang kerugian-kerugian yang diakibatkan dari sikap kemunafikan.

Pada akhirnya, manusia itu ibarat berjalan mendorong batu dari lembah ke gunung. Memang berat, tetapi ketika batu itu sudah sampai puncak, maka betapa bahagianya kita, apalagi batu tersebut kita gelindingkan ke bawah, maka betapa banyak yang akan ikut terbawa dengan ketulusan kita untuk memperbaiki keadaan. Mudah-mudahan, kita selalu mengoptimalkan pikiran dan hati kita, agar sikap kemunafikan yang memang selalu ingin mendapatkan tempat karena kepentingan-kepentingan sementara bisa kita tanggalkan demi kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang, Amien